Perkembangan teknologi komputer yang semakin maju semakin membuat batasan ruang dan waktu menjadi punah. Orang di berbagai belahan dunia dapat dengan mudah saling berhubungan satu sama lainnya melalui jaringan internet. Mereka dapat berkomunikasi, mulai dari sekedar chatting, kirim file, sharing data, sistem tercentralisasi, toko online, perbankan, bahkan sebagai tempat black market atau pasar gelap.
Dengan berkembangnya jaringan infrastruktur dan teknologi jaringan bukan hanya memberikan manfaat bagi para penggunanya dalam mencukupi kebutuhan hidup mereka, namun juga berdampak semakin meningkatnya sisi gelap kejahatan yang meraja lela. Ketidak seimbangan kebutuhan pengawasan dan penegakan hukum terhadap tindak kejahatan cyber di dunia maya terhadap para pelaku tindak kejahatan membuat cyber crime sangat sulit untuk dilakukan pengontrolan, investigasi dan penegakan hukum terhadap tindakan ilegal tersebut.
Mulai dari modus malware, virus, peretasan, penipuan melalui berbagai peranti keras mulai dari komputer, handphone, android, smart phone dan peranti elektronik lainnya. Motif utama para pelaku kejahatan tersebut adalah memperoleh keuntungan. Hal tersebut telah diungkapkan pada artikel blog ini sebelumnya yang mengungkapkan bahwa modus operandi kejahatan sebagian besar karena penipuan. Dengan memanfaatkan sisi kelemahan manusia di bidang pornografi, iming-iming hadiah, atau ketidak tahuan mereka tentang sistem security yang baik guna melindungi peranti mereka dari segala proses tindak kejahatan seperti scamming, virus, malware, trojan dan spam.
Mengutip dari ebook “Policing 2000:Exploring The Future of Crime, Communities and Policing” karya Joesph A. Schafer, Ed pada bab 7 tentang Masa Depan Metode Investigasi Para Penegak Hukum dalam mengumpulkan bukti digital menyatakan bahwa kesulitan di lapangan yang hanya mengandalkan kekuatan dan ketelitian sumber tenaga manusia sudah tidak realistis untuk diterapkan pada sebagian besar kasus cyber crime yang terjadi di dunia. Karena seperti pepatah mengatakan bahwa para penjahat selangkah lebih maju dibandingkan dengan Polisi. Oleh karena itu, sebagian negara-negara maju sudah mulai mengadopsi dan mengembangkan Divisi Khusus Cyber Crime dengan memanfaatkan bantuan dari berbagai implementasi teknologi, mulai dari perangkat keras yang handal dan dipadukan dengan kecanggihan peranti lunak yang dapat memecahkan kasus tersulit sekalipun. Oleh karena itu, banyak bermunculan teknnologi robot dalam membantu para penegak hukum dalam mengantisipasi kerumitan persoalan tersebut.
Kecepatan, kehandalan dan keakuratan informasi yang diperoleh merupakan alasan utama penggunaan teknologi robot. Di samping meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan cyber crime, juga mempercepat proses pelacakan lokasi sumber kejahatan dan identifikasi para pelakunya, sehingga lebih memperkecil besar biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan cara dan metode secara manual. Hal tersebut dapat dilihat pada penerapan teknologi Pesawat tanpa awak pada luar angkasa bahkan mulai dipakai pada teknologi udara di berbagai belahan dunia untuk mengawasi area perbatasan teritorial dan sebagai pesawat tempur. Seperti diungkapkan oleh The Society of Police Futurists International pada Juli tahun 2000, ada lima isu utama yang diangkat dalam perbincangan dunia IT, yaitu :
Sumber
- Perkembangan teknologi dan dampak terhadap proses penegakan hukum
- Prospek manajemen dan kepimpinan kepolisian dalam mengatasi cyber crime
- Tingkat kejahatan dan perspektif hukum dalam cyber crime di masa yang akan datang.
- Perspektif masa depan praktek Kepolisian di lapangan dan definisi filosofinya
- Perubahan demografi dan dampaknya terhadap sistem kepolisian (Youngs 2003).
Sumber
- Battelle. 2004. Battelle Panel’s Top Ten Innovations
For The War On Terror Headed By Technology Advances To Support Better
Intelligence, Decision-Making. Columbus, OH: Battelle.
Bryant, Vaughn M., and Dallas C. Mildenhall. n.d. Forensic Palynology: A New Way to Catch Crooks. http://www.crimeandclues.com/pollen.htm.
Cowper, Thomas J. 2005. Personal communication. November 8.
Koenig, Dan. 2002. Investigation of Cybercrime and Technology-Related Crime. National Executive Institute Associates. http://www.neiassociates.org/cybercrime.htm.
Kurzeil, Raymond. 1990. The Age of Spiritual Machines. Cambridge, MA: MIT Press.
Luftig, Micah A., and Stephen Richey. 2001. “DNA and Forensic Science.” New England Law Review 35, no. 3: 609-613.
National Commission on Writing. 2004. Writing: A Ticket to Work or a Ticket Out: A Survey of Business Leaders. http://www.writingcommission.org/.
Poinier, Jake. 2004. Fraud Finders. http://www.bus.lsu.edu/academics/accounting/faculty/lcrumbley/Fraud%20 finders.htm
Research and Development Working Group. 2000. The Future of Forensic DNA Testing. Washington, DC: National Institute of Justice.
Roane, Kit R., and Dan Morrison. 2005. “The CSI Effect.” US News & World Report 138, no. 15: 48-54.
Shachtman, Noel. 2005. “Spycam Force.” Wired Magazine issue 13.05. http://www.wired.com.
Spring, Tom. 2004. “Three Minutes with Ray Kuzweil.” PC World 22, no. 12: 32.
Westcott, Kathryn. 2002. “Sniper Spy in the Sky.” BBC News Online, October 19. http://news.bbc.co.uk/1/hi/world/americas/2339519.stm.
Youngs, Alan C. 2003. “Law Enforcement 2003 and Beyond.” Law and Order 51, no. 4: 96-101.
Post a Comment